Mengunjungi Makam Raja Imogiri yang Sakral

Makam Imogiri merupakan destinasi wisata religi yang menarik namun entah mengapa jarang atau nyaris tidak begitu banyak pengunjung yang datang ke tempat ini. Namanya kalah pamor dengan tempat wisata yang lebih menggoda seperti pantai Parangtritis atau hutan Mangunan yang berada di kabupaten Bantul.

Kendati berlokasi di kabupaten yang sama, konotasi makam tentunya pasti akan membuat hati jeri padahal makam yang terletak di kecamatan Imogiri, Yogyakarta ini sarat akan sejarah perjalanan panjang sebuah kekuasaan raja-raja Mataram Islam berikut keturunannya.

Setiap mudik saya selalu menyempatkan diri untuk sekali mengunjungi kompleks makam raja ini. Ada daya tarik tersendiri manakala kita sampai dan menatap undak-undakan yang menyambut di gerbang depan.

Lutut gemetar

Saya biasanya akan tergoda untuk menaiki anak tangga yang konon jumlahnya sekitar 400-an itu. Namun biasanya saya hanya sanggup meniti anak tangga sampai di pertengahan saja, napas yang ngos-ngosan dan lutut gemetar menjadi penyebab saya menyerah.

Di pertengahan anak tangga ini biasanya saya akan duduk diam menatap ke sekeliling. Udara yang sejuk, angin bertiup sepoi-sepoi menyelusup diantara pepohonan raksasa yang tinggi menjulang di kiri kanan tangga. Syahdu banget.

Tak bisa saya bayangkan zaman dulu para raja memilih untuk dimakamkan di tempat yang sangat tinggi dan para punggawa dengan pengabdian yang tinggi menggotong jenazahnya ke peristirahatan terakhir di puncak paling tinggi yang disebut bukit Merak itu.

Menurut sejarahnya makam ini dibangun pada 1632 M di masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Dimaksudkan sebagai tempat peristirahatan terakhir kesultanan raja Mataram Islam.

Kalau ingin datang mengunjungi atau berziarah di salah satu makam keturunan raja, seingat saya para pengunjung diharuskan memakai pakaian adat jawa tradisional berupa baju Pranakan atau beskap karena memang ritualnya seperti demikian dan juga agar kesakralan dari makam itu tetap terjaga.

Untuk menuju ke lokasi ini tidak sulit. Dari kota Yogyakarta kendaraan mengarah ke Bantul lalu dari sana ambil jalan yang menuju ke Imogiri. Jaraknya sekitar 17 km sebelah selatan dari pusat kota. Biaya masuk kompleks makam sifatnya sukarela. Kita hanya membayar biaya parkir saja.

Hal yang paling disiapkan dari wisata Imogiri ini adalah stamina. Karena setelah memarkir kendaraan dan berjalan sebentar kita langsung dihadapkan oleh anak tangga semen yang begitu banyak.

Bila di pertengahan tangga merasa lelah kita bisa berhenti sejenak dan jajan dahulu. Biasanya ada beberapa gubuk yang menjual camilan ringan atau minuman dingin.

Ketika berhenti dan memakan camilan arahkan pandangan ke kejauhan. Sejauh mata memandang yang kita dapatkan adalah pemandangan hutan hijau yang masih melingkupi sebagian dataran di bawahnya.

Menggenggam pasir

Pemilihan lokasi makam ini sebenarnya tak lepas dari banyaknya mitos yang beredar salah satunya adalah ketika Sultan Agung menggenggam pasir dan melemparkannya. Tempat di mana pasir itu jatuh maka di situlah lokasi makam didirikan sekaligus menjadi makam Sultan Agung sendiri. Lokasi tersebut berada di Giriloyo.

Namun di tengah pembangunan makam itu, tiba-tiba paman Sultan Agung wafat dan dimakamkan segera di lokasi awal tersebut. Karena sudah ditempati sang paman, Sultan Agung kembali melemparkan pasir dan jatuh di Bukit Merak yang akhirnya menjadi kompleks makam raja yang kita kenal sekarang.

***

Menarik sekali berwisata religi seperti ini karena selain benar-benar menambah wawasan budaya dan keagamaan, pengetahuan sejarah dan keimanan kita jadi makin meningkat.

2 thoughts on “Mengunjungi Makam Raja Imogiri yang Sakral

Leave a comment